Setelah sekian tahun kau hidup
betapa indahnya masa-masa naungan Ayah-Bunda
kau diasuh dengan asuhan yang terbaik dari keduanya,
dididik, dicukupkan semua kebutuhanmu,
diajari bermacam kata
dan di antara keduanya kau merasakan kehangatan cinta …
Bundamu mendekapmu,
ia menitikkan air mata saat kau dilahirkan …
ia begitu bahagia….
saat menatap wajahmu pertama kali di pangkuannya,
senyumnya begitu tulus …
Kemudian Bundamu mendekapmu,
ia menitikkan air mata saat tubuhmu panas,
badanmu lemah, ia khawatir saat engkau sakit …
ia menangis tersedu melihat sakitmu yang semakin parah …
ia menjagamu dengan sepenuh jiwanya..
berapapun waktu dan biaya tak dipedulikannya …
ingatlah tangisan Bundamu saat itu …
rasakanlah kepedihan hati Bundamu saat itu…
kini, ketika kau dewasa…
Bundamu pun merasakan perih,
melihat buah hatinya membentaknya,
hati Bundamu terluka,
melihat buah hati yang dilindunginya durhaka…
Mengapa hanya karena masalah sepele kau membentak Bundamu..???
Mengapa hanya karena keinginanmu yang tak terpenuhi
kau mendiamkan Bundamu …???
Mengapa saat Bundamu lemah kau tinggalkan ia demi kepentinganmu …???
Mengapa kau bentak Bundamu saat ia bertutur halus kepadamu …???
Tak ingatkah kau akan belaian cintanya saat kau terlelap tidurketika kau masih belia?
Tak ingatkah kau akan tutur halusnyasaat kau berulah dengan kenakalanmu???
Tak ingatkah kau akan setiap bulir keringatnya
Saat ia menggendongmu kemanapun ia pergi …
Sungguh, bila kau tidak dicintai Bundamu,
Kau tidak akan menjadi manusia saat ini!
Mungkin kau sudah menjadi janin-janin malangyang mati diaborsi!
Mungkin kau tidak akan ada di sini saat ini!
Lalu mengapa kau tak mau tundukbersimpuh di hadapan Bundamu???
Apakah benar kau mencintai Bundamu???
Renungkanlah satu hari, di hari itu,
kau pulang dari peraduan nasibmu…
sampai di halaman rumah,
kau jumpai kerumunan tetangga berwajah sendu …
berkumpul di ruang tamumu…
kau masuk ke dalam penuh dengan tanda tanya,
ada apa ini?
Di ruangan itu,
kau melihat sebuah dipan dibentangkan,
di atasnya terbujur sesosok tubuh manusia,
ia terbungkus kain putih bersih di sekujur tubuhnya,
tertutup rapat …
Kau melangkahkan kakimu dengan gemetar,
mendekat dan terus mendekat …
Tak ada yang berkata-kata…
semua hening tanpa suara…
Kau arahkan pandanganmu kewajah sosok mayat itu,
sambil kedua tanganmu menyingkapikatan kain kafan di wajahnya…
Ketika kafan terbuka,
ketika wajah keriput itu terlihat …
kini kau tahu… ?
itulah wajah yang tersenyum tulus
saat kau lahir dengan tangisanmu,
itulah wajah yang cemberut
saat kau berulah dengan kenakalanmu,
itulah wajah yang mencium dahimu
saat pertama kau beranjak sekolah,
itulah wajah yang tertawa gembira
saat melihatmu melangkahkan kaki-kaki kecilmu…
itulah wajah yang pernah menangis karena bentakanmu…
itulah wajah yang basah dengan air mata untuk mendoakan kebaikan bagimu …
itulah wajah yang tak kau pedulikan saat sakit dideritanya…
ya, ITULAH WAJAH BUNDAMU …
Kini dia tak lagi bisa memelukmu,
tangannya kaku…
Kini tak lagi ia bisa menggendongmu,
kaki-kaki tuanya pun kaku …
Kini dia tak bisa lagi menciummu,
dia tak bisa lagi menghardikmu,
dia tak bisa lagi mengomelimu,
di tak bisa lagi cerewet padamu …
Puaskah engkau kini???!!!
Tak bisa lagi kau mencium telapak kakinya …
tak ada lagi untaian doa mustajab yang bisa kau pinta …
tak ada lagi senyum gembira saat kau pulang ke rumah itu …
Kini kau campakkan jasad Bundamu di liang itu sendiri…
Kini kau timbun jasad rahim yang mengandungmu …
Kau tumpahkan tanah-demi-tanah menimbun jasad lelah Bundamu …
Kau pendam jasad Bunda yang dulu menimang-nimangmu …
Tak ada lagi tangan seorang Bunda untuk kau cium,
tak ada lagi doa Bunda yang bisa kau pinta …
Tak ada… tak ada… tak ada. . .
Kenapa kau tak ingin mendo’akan ibumu… ibumu… ibumu dan ayahmu…?
Dikutip dari : Ummatipress.com
Imron Rosadi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar